Menyadari pentingnya Standar Kompetensi Jurnalistik (ESAI)

 

‘Everyone can be a journalist’ Semua orang dapat menjadi seorang jurnalis, dengan adanya fasilitas dan teknologi yang sudah sangat memadai. Tetapi perlu dipahami bahwa profesi ini perlu pertanggung jawaban. Publik memiliki hak untuk memperoleh informasi yang baik, benar, dan beragam.


Media masih leluasa menyiarkan berita yang kurang akurat, kualitas wartawan yang kurang kompetensinya. Apabila Seorang jurnalis tidak mampu memenuhi kode etik jurnalis, justru membawa berita palsu yang tidak sesuai dengan fakta atau di sebut sebagai ‘hoaks’ dan jika pemberitaan pers digunakan sebagai alat untuk memfitnah atau menghina seseorang atau institusi dan tidak mempunyai nilai berita (News), dan di dalam pemberitaan tersebut terdapat unsur kesengajaan (Opzet) dan unsur kesalahan (Schuld) yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana.

 maka eksistensi jurnalis di mata masyarakat akan mengalami penurunan, dan akan mengilakah kepercayaan masyarakat serta berakibat merugikan bagi masyarakat. Eksistensi pers harus dijunjung tinggi sebab pers merupakan pengawas Pengadilan yang sangat memberikan kontribusi penting kepada masyarakat luas.

Dikemukakan Roland E. Wolseley dalam buku Understanding Magazines (1969) jurnalistik adalah pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematis dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabar, majalah dan disiarkan. Secara luas pers dan jurnalistik merupakan suatu kesatuan (institusi) yang bergerak dalam bidang penyiaran informasi dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan hati nurani manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya sehari-hari.


Wartawan adalah sebuah profesi yang hasil karyanya bersinggungan langsung dengan kepentingan khalayak ramai. Dikatakan demikian karena jika tak memerhatikan kaidah-kaidah kewartawanan atau jurnalistik maka karya seorang wartawan tak saja bisa menyebabkan kerugian objek berita namun pula keresahan sosial.


Jika pers dibiarkan berjalan tanpa kontrol dan tanggung jawab, maka hal tersebut dapat berpotensi menjadi media agitasi yang dapat mempengaruhi psikologis masyarakat yang belum terdidik, yang notabene lebih besar jumlahnya dibanding masyarakat yang telah terdidik. Oleh karena itu kebebasan pers perlu diberikan pembatasan-pembatasan, paling tidak melalui rambu hukum. Sehingga pemberitaan yang dilakukan oleh pers, dapat menjadi pemberitaan pers yang bertanggung jawab.

Dalam proses kegiatan rutin suatu media, wartawan yang mencari, mengolah, dan menyajikan informasi atau berita dalam media. Dengan demikian wartawan atau jurnalis adalah seorang yang melakukan tugas-tugas atau aktivitas jurnalisme, yaitu orang yang secara teratur mencari, mengolah dan menuliskan berita atau liputan maupun laporannya berupa tulisan yang dikirimkan atau dimuat di media massa. Wartawan mencari sumber berita untuk ditulis dalam laporannya dan wartawan diharapkan untuk menulis laporan yang paling objektif dan tidak memiliki pandangan dari sudut tertentu untuk melayani masyarakat.

Tidak dapat disangkal, pers mempunyai peranan yang besar dan penting dalam ikut membangun proses berbangsa dan bernegara yang demokratis. Oleh sebab itu dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia perlu menyadari adanya tanggung jawab sosial dan tentu saja perlu pemahaman dan penaatan terhadap etika jurnalistik.

Pers di Indonesia benar-benar mendapatkan kebebasan ketika reformasi bergulir pada bulan Mei 1998. Reformasi pada bidang pers ditujukan agar kehidupan pers di Indonesia benar-benar memperoleh kebebasan. Langkah pertama untuk memulai kebebasan pers di Indonesia adalah dengan mencabut aturan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). ditetapkannya Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang baru, menjadikan terbuka lebar masyarakat untuk mendirikan media. Dan dalam era Reformasi telah memungkinkan setiap orang atau kelompok dapat dengan bebas mendirikan atau menerbitkan media. Akhirnya berbagai perusahaan pers baru bermunculan, baik itu media cetak, televisi, maupun radio. era Reformasi yang mulai bergulir menjadikan ruang publik juga semakin terbuka.

 

Data Direktorat Pembinaan Pers, Departemen Penerangan, tertanggal 23 September 1999 mencatat sebelum Reformasi 1998 jumlah penerbitan 289 terdiri dari surat kabar harian, tabloid, majalah dan bulletin, sedangkan setelah Reformasi Mei 1998 tercatat 1398. Peluang dalam era Reformasi untuk bebas mendirikan media, juga telah membuka pada setiap orang untuk mau menjadi pekerja media atau wartawan, padahal persyaratan dan kriteria pekerjaan wartawan


menuntut pendidikan yang memadai dan mampu memahami kode etik jurnalistik dengan baik. Situasi ini mengkhawatirkan kebebasan pers menjadi sesuatu yang tidak dapat di kendalikan dan berujung tidak adanya pertanggung jawaban terhadap suatu informasi dan berita yang tersebar.

Seiring berkembangnya zaman Faktor kemajuan teknologi juga menjadi tantangan yang lebih luas bagi jurnalis sekarang ini, bila tidak dipersiapkan sumber daya manusia bidang media dengan suatu standar kompetensi wartawan yang dirancang dengan basis teknologi dan pengetahuan jurnalisme dalam era digital. Semua bergerak serba cepat, bahkan informasi mengalir ratusan setiap detiknya.

Banyak Media yang masih leluasa menyiarkan berita yang kurang akurat, kurang mengindahkan kode etik jurnalistik serta kualitas wartawan yang kurang kompetensinya. Kondisi wartawan yang masih Kurangnya profesionalisme berakibat dapat merugikan bagi masyarakat.

Untuk itu diperlukan kompetensi jurnalistik untuk menjadi tolak ukur profesional masyarakat pers. Adapun tujuan standar kompetensi wartawan antara lain untuk Meningkatkan kualitas dan profesionalitas wartawan, Menjaga harkat dan martabat kewartawanan sebagai profesi khusus penghasil karya intelektual, Menjadi acuan sistem evaluasi kinerja wartawan oleh perusahaan pers, Menempatkan wartawan pada kedudukan strategis dalam industri pers, Menghindarkan penyalahgunaan profesi wartawan, dan Menegakkan kemerdekaan pers berdasarkan kepentingan publik. Jadi kompetensi jurnalistik bukan untuk membatasi hak asasi warga negara menjadi wartawan. Untuk mencapai standar kompetensi, seorang wartawan harus mengikuti uji kompetensi telah diverifikasi Dewan Pers.

Tanpa menguasai standar kompetensi tidak bisa seseorang dikatakan sebagai jurnalis, karena jurnalis pada umumnya harus menguasai tiga poin penting diantarinya, Kesadaran (awareness), Pengetahuan (knowledge), dan Keterampilan (skill). Tiga poin inilah yang menjadi tolak ukur dalam jurnalistik.

Sebagai Mahasiswa Politeknik Negri Jakarta dengan jurusan jurnalistik, Setandar kompetensi jurnalistik ini perlu untuk disadari dan dipahami. Adapun Standar kompetensi jurnalistik berdasarkan 3 poin tersebut menurut saya adalah :

1.              Kesadaran (Awareness).

Kesadaran terdiri dari kepekaan Jurnalis terhadap suatu informasi atau isu yang sedang terjadi, yaitu memahami, menangkap dan mengungkap informasi tertentu yang bisa


dikembangkan.

 

 

a.              Kesadaran Etika dan hukum.

Kesadaran ini setiap perilaku jurnalis akan mengacu pada kode etik yang berlaku. Kesadaran akan etika sangat penting dalam profesi kewartawanan, karena setiap tindakan dalam mengambil keputusan untuk dalam menulis ataupun menyiarkan berita akan selalu dilandasi pertimbangan yang matang. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:

·                Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

·                Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

·                Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

·                Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

·                Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

·                Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

·                Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.

·                Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.


·                Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

·                Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

·                Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Wartawan harus terus meningkatkan kompetensi etikanya, karena wartawan yang terus melakukan hal itu akan lebih siap dalam menghadapi situasi yang baik untuk meningkatkan kompetensi etika, wartawan perlu mendalami kode etika jurnalistik dan kata etika organisasi wartawan masing-masing. Kompetisi hukum menuntut penghargaan pada hukum, batas-batas hukum.

Berdasarkan pengalaman pribadi saat meliput di setasiun gondangdia untuk memenuhi pembelajaran praktik pada mata kuliah Penulisan berita 1, tanggal 3 Oktober 2022. Kurangnya kesadaran kode etik jurnalistik pada liputan ini rentan terhadap kesalahan dan dapat memunculkan persoalan yang berakibat tersiarnya informasi yang tidak akurat, serta Kurangnya pertimbangan dalam meliput membuat berita yang di dapat tidak sesuai. Berdasarkan pengalaman tersebut, Kode etik jurnalis dapat dijadikan pedoman dalam kesadaran wartawan melakukan tugasnya agar lebih terarah.

b.                Kepekaan Jurnalis.

Kepekaan jurnalis adalah naluri dan sikap diri wartawan dalam memahami, menangkap, dia mengungkapkan informasi tertentu yang bisa dikembangkan menjadi satu karya jurnalistik. Seperti pengalaman liputan Sarina 3 Oktober 2022 dalam mata kuliah Penulisan Berita 1. Jurnalis dituntut sadar dan peka terhadap lingkungan sekitar, apa yang perlu di perhatikan, di catat, untuk di jadikan sumber berita yang akurat.

 

 

c.                 Jejaring dan lobi.

Kesadaran akan jaringan narasumber, relasi yang baik akan memanfaatkan akses untuk mendapatkan sumber berita. Namun tetap harus menerapkan sikap profesional dan integritas sebagai wartawan.


Hal ini saya alami ketika Meliput berita ‘Senja puisi’ pada tanggal 22 Oktober 2022 di Taman Ismail Marzuki. Relasi antara Bapak Arif selaku dosen mata Kuliah Penulisan Berita 1 dengan narasumber Bapak Rommy Novaris DM selaku ketua dari komunitas Dapur Sastra. Membuat Akses mendapatkan berita lebih mudah.

 

 

2.              Pengetahuan (knowledge)

Wartawan dituntut memiliki pengetahuan umum dan khusus serta teori dan prinsip jurnalistik dan dalam menjalankan profesinya. Jurnalis adalah seorang ilmuan, sebab ia bekerja berdasarkan pengetahuan. Sebagai seorang ilmuan, jurnalis dituntut punya pengetahuan yang layak. Hal ini diperlukan karena seorang jurnalis bukan hanya sekedar membuat berita tetapi juga harus memiliki pengetahuan dalam mencari informasi dan penyebarannya.

a.              Pengetahuan Umum.

Mencakup pengetahuan umum dasar, seperti ilmu budaya, politik, sejarah, sosial, atau ekonomi. Seorang jurnalis dituntut untuk terus belajar dan menambah pengetahuannya agar mampu menyajikan informasi yang layak kepada pembaca dan audiensnya.

Seperti saat meliput Konser 100 Hits Untuk Cianjur pada 4 Desember 2020 di Lippo Mall Kemang saat mata kuliah Penulisan berita 1. Meliput tentang musik dan konser maka seorang jurnalis di tuntut memilik pengetahuan umum soal musik, hal ini berlaku untuk memudahkan jurnalis itu sendiri.

 

 

b.              Pengetahuan Khusus.

diperlukan bagi wartawan yang memilih atau ditugaskan pada liputan isu-isu spesifik. Pengetahuan yang berkaitan dengan bidang liputan. Pengetahuan ini diperlukan agar dari liputan dan karya jurnalis spesifik seseorang wartawan lebih bermutu. Maka dari itu jurnalis perlu memiliki pengetahuan khusus seperti kode etik jurnalis.

 

 

c.              Pengetahuan Teori Jurnalistik dan Komunikasi.


Mencakup pengetahuan tentang teori dan prinsip jurnalistik dan komunikasi. Memahami teori jurnalistik dan komunikasi penting bagi seorang wartawan dalam menjalankan profesinya. seorang jurnalis belum tentu berasal dari lulusan Ilmu Komunikasi atau Bidang Jurnalistik. Tetapi mereka kebanyakan paham tentang teori jurnalisme dan komunikasi.

 

 

3.              Keterampilan (skills).

Keterampilan yang harus dimiliki oleh wartawan adalah keterampilan peliputan (mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi).Keterampilan menggunakan alat dan teknologi informasi. Keterampilan riset dan investigasi. Dan keterampilan analisis dan arah pemberitaan.

Keterampilan jurnalis adalah kecakapan atau kemampuan yang dimiliki seorang wartawan untuk menyelesaikan tugasnya, yaitu memproduksi informasi. Keterampilan wartawan juga dibagi menjadi beberapa kategori antara lain:

a.     Keterampilan liputan.

mencakup 6M yaitu keterampilan mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelola dan menyampaikan informasi.

 

 

·       Keterampilan Mencari.

Seorang jurnalis harus mampu mencari berita yang aktual, akurat, dan terpercaya. Kemampuan ini menuntut seorang jurnalis untuk mengetahui informasi atau kejadian-kejadian terkini mengenai peristiwa dan pendapat untuk di jadikan sebuah berita.

 

 

·       Keterampilan Memperolah.

Seorang jurnalis bukan hanya harus mencari tapi juga harus memperoleh atau mendapatkan berita tersebut. Untuk memperoleh berita yang baik seorang jurnalis tidak boleh lepas dari unsur 5W+1H , ini adalah sebuah metode yang dilakukan guna memperolah informasi secara lebih kaya dan mendalam. Caranya dengan memenuhi atau menanyakan setiap unsur dari 5W 1H tersebut kepada


narasumber.

 

Seperti dalam liputan Senja Berpuisi pada 22 Oktober 2022 dengan Mata kuliah Penulisan Berita 1. Rommy Novaris DM sebagai narasumber, adapun unsur 5W+ 1H yang di peroleh pada berita itu adalah :

o   What (Apa) : Acara Senja Berpuisi

o   Who (Siapa) : Tommy Novaris DM selaku ketua dari komunitas Dapur Sastra

o   Why (Mengapa) : Acara senja berpuisi terjadi sebagai bentuk apresiasi serta memperkenalkan pertunjukan puisi kepada masyarakat luas.

o   When (Kapan) : Sabtu, 22 Oktober 2022

o   Where (Dimana) : Taman Ismail Marzuki, Jl. Cikini Raya No.73, RT.8/RW.2, Cikini, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta

o   How (Bagaimana) : Acara senja berpuisi terjadi mulai sore sampai malam, Keadaan cukup ramai dengan menampilkan pertunjukan dari siswa SMK dan penyair, selain itu terdapat pembagian hadiah berupa buku puisi bagi hadirin yang beruntuk mendapatkan nomor undian.

 

·       Keterampilan Memiliki.

Ketika seorang jurnalis sudah mencari dan memperoleh maka langkah selanjutnya adalah memiliki berita tersebut sebagai sumber berita.

o   Keterampilan Menyimpan : berita yang sudah dimiliki harus mampu disimpan oleh seorang jurnalis agar tetap bersifat aktual.

o   Keterampilan Mengelola : jurnalis harus mampu mengelola berita yang dimiliki agar menjadi sesuatu informasi yang penting dan menarik untuk dibaca.

o   Keterampilan Menyampaikan Informasi : apabila berita sudah dikelola menjadi suatu informasi maka jurnalis harus memiliki keterampilan untuk menyampaikan informasi tersebut kepada masyarakat.


b.     Keterampilan penggunaan alat dan teknologi informasi.

Meliputi menggunakan semua peralatan termasuk teknologi informasi yang dibutuhkan untuk menunjang profesinya. Kemajuan teknologi informasi juga melahirkan tantangan dan peluang baru bagi kegiatan jurnalisme.

Di antaranya terkait masalah ketersediaan data luar biasa besar yang dapat diolah untuk dijadikan berita. Pada era informasi digital, data bukan hanya menjadi pelengkap atau sekadar memberi konteks berita, melainkan bisa menjadi berita itu sendiri. Data mentah yang bertebaran dan berserakan di banyak tempat bisa dikumpulkan, diseleksi, dan dianalisis sehingga dapat menjadi fakta berita (News facts) yang menarik dan penting. Inilah yang disebut jurnalisme data. Maka dari itu keterampilan dalam menggunakan alat dan teknologi informasi sangat di perlukan bagi jurnalis terutama di era digital seperti sekarang ini. Keterampilan ini harus terus dipelajari sesuai perkembangan zaman.

 

 

c.     Keterampilan riset dan investigasi.

Meliputi kemampuan menggunakan sumber-sumber referensi dan data yang tersedia; serta keterampilan melacak dan memverifikasi informasi dari berbagai sumber. Keterampilan perlu dikembangkan untuk mempersiapkan dan memperkaya laporan jurnalistik serta merumuskan topik laporan.

Secara umum, riset merupakan sebuah proses untuk menginvestigasi masalah, memperluas ilmu pengetahuan, mengeksplorasi teori yang didapat, menemukan dan menginvestigasi masalah hingga mendapatkan solusi terhadap permasalahan yang terjadi. Maka dari itu seorang jurnalis perlu memiliki keterampilan ini agar berita yang telah didapatkan sudah melalui riset dan Investigasi yang jelas sebelum diberitakan sehingga tidak menimbulkan kekeliruan dan bukan merupakan berita palsu atau hoaks.

 

 

d.     Keterampilan analisis dan arah pemberitaan.

mencakup kemampuan mengumpulkan, membaca, dan menyaring fakta dan data kemudian mencari hubungan berbagai fakta dan data tersebut. Dengan demikian wartawan dapat memberikan penilaian atau arah perkembangan dari suatu berita.


·       Kemampuan mengumpulkan : keterampilan ini penting bagi seorang jurnalis karena pada dasarnya seorang jurnalis harus mampu mengumpulkan Sumber berita sebanyak-banyaknya.

·       Kemampuan membaca : selain mengumpulkan berita jurnalis harus mampu membaca, baik itu membaca berita yang telah dikumpulkan ataupun membaca keadaan saat berita tersebut terjadi.

·       Kemampuan menyaring fakta : wartawan tidak boleh menerima berita secara mentah-mentah, setiap setiap informasi yang didapatkan wartawan harus melalui penyaringan atau seleksi, Hal ini karena seorang jurnalis harus menyampaikan berita yang sesuai dengan fakta.

·       Kemampuan mencari hubungan berbagai fakta dan data : ketika seorang jurnalis sudah berhasil mendapatkan atau mengumpulkan fakta dan data maka seorang jurnalis harus mampu menghubungkan hal tersebut untuk menjadi suatu kesatuan yang relevan dalam sebuah berita.

Maka dari itu dapat di simpulkan bahwa Kompetensi Jurnalistik harus terus di pelajari dan dipahami Untuk menjaga dan meningkatkan kualitas pemberitaan pers. Standar Kompetensi bukalah penghalang untuk menjadi seorang jurnalis tetapi tentunya diperlukan alat ukur untuk wartawan yang bertugas dalam proses jurnalistik.

Tolak ukur ini yang kelak akan menjadi penentu jurnalis dimasa depan, semakin banyak jurnalis yang memenuhi standar kompetensi jurnalistik akan semakin banyak pula tercipta berita- berita yang akurat. Apalagi di era digital seperti sekarang ini, dimanah setiap orang mampu menyebarkan informasi tanpa memastikan kebenarannya.

Everyone can be a journalis” Semua orang bisa jadi jurnalis tetapi tidak semua orang mampu menjadi jurnalis yang memenuhi standar kompetensi jurnalistik, tidak semua orang mampu memahami dan menerapkan kode etik jurnalistik, dan tidak semua orang punya integritas sebagai seorang jurnalis yang bai


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.